Selasa, 05 November 2013

Bisa Apa Barca Tanpa Pep?


Beberapa musim terakhir dominasi Barcelona sulit terbantahkan sehingga membuatnya menjadi klub terbaik. Tidak sekedar menunjukkan permainan menghibur, tapi El Barca mengimbanginya dengan prestasi. Dalam kurun waktu tiga musim saja Barca mampu menggondol 13 trofi dari berbagai kompetisi.

Di musim perdana Pep Guardiola menangani Barca, pria berkepala plontos ini bahkan mampu menyapu bersih enam gelar sekaligus dalam satu tahun dan membuat Barcelona sebagai tim pertama di dunia yang mampu melakukannya. Sungguh catatan yang sulit untuk diulang lagi.
Guardiola sebenarnya sangat beruntung menangani Barca. Selain mempunyai taktik jitu, Pep juga telah diberikan skuad yang komplet dari pelatih sebelumnya Frank Rijkaard yang diisi pemaim-pemain kelas wahid  seperti Lionel Messi, Xavi Hernandez, Andres Iniesta, dan juga Carles Puyol. Setiap musimnya menejemen Barcelona selalu mendatangkan pemain-pemain baru yang memiliki kualitas kelas atas seperti Zlatan Ibrahimovic, David Villa, Cesc Fabregas, dan Alexis Sanchez demi menambah kualitas tim. Dengan skuad seperti ini praktis memudahkan tugas sang entrenador dalam menjalankan tugasnya sebagai peracik strategi.
Namun, seperti pepatah mengatakan “tidak selalu ada jalan mulus, pasti ada jalan rusak yang akan dilalui”. Jika selama ini jalan Barcelona selalu mulus, tapi tidak menjelang musim 2011/12 berakhir. Dominasi Barca mulai luntur. Apa penyebabnya? Setelah tiga musim terakhir selalu menjadi kampiun La Liga kini mereka harus rela memberikan gelar kepada seteru abadi, Real Madrid. Diwarnai dengan Real Madrid berhasil menaklukkan Barca pada El Clasico di Camp Nou.
Peluang juara liga nyaris tertutup bagi Barca meski secara matematis masih mampu mengejar selisih tujuh poin dari El Real. Tapi, itu terasa sulit karena pertandingan liga hanya menyisakan empatpertandingan, ditambah permainan anak asuh Jose Mourinho sangat konsisten di setiap pekannya. Jadi, peluang juara Messi cs. Bisa dikatakan sudah tertutup.
Selain itu, Barcelona gagal di Liga Champion karena disingkirkan oleh wakil Inggris, Chelsea di semifinal. Khusus untuk dua pertandingan Barcelona melawan Chelsea, anak asuh Guardiola pratis tidak dinaungi keberuntungan. Dalam dua leg menguasai pertandingan dengan rata-rata penguasaan bola di atas 70%, Messi dkk. tidakmampu menaklukkan taktik bertahan Robeto Di Matteo yang membuat mereka frustasi selama laga berlangsung.
Melihat hal ini, apakah gaya permainan tiki-taka Barcelona yang selama ini sangat mematikan mulai terbaca lawan? Sepertinya lawan sudah mempunyai taktik bagaimana cara mengatasinya. Real Madrid dan Chelsea mampu melakukannya dengan cara bertahan dan mengandalkan serang balik yang efektif. Bukan hanya mulai terbaca lawan, terkadang di saat sudah unggul mereka tidak langsung mematikan permainan lawan. Hal itu memberi kesempatan kepada lawan untuk bangkit. Ketika melawan Chelsea, misalnya, Barca bisa unggul dua gol secara cepat dan peluang masuk ke final terbuka lebar. Namun, Barca menyia-nyiakannya dan membuat Chelsea mampu membalas sekaligus megantar The Blues lolos ke final untuk kedua kalinya.
Hhmmn, sepertinya era baru akan dimulai di klub Catalan ini. Bagaimana tidak? Sosok yang selama ini menjadi kunci sukses Barca, Pep Guardiola, sudah memutuskan mundur dari kursinya sebagai entrenador musim depan dan akan digantikan oleh asistennya, Tito Vilanova. Vilanova ditunjuk karena sudah tahu kedalaman klub, serta memiliki filosofi dan karakter yang sama seperti Pep karena keduanya sudah bersama sejak menimba ilmu di La Masia dan juga bermain di sana. Ia tentu sudah tahu seluk-beluk klub seperti halnya Guardiola.
Namun, yang menjadi pertanyaan apakah Vilanova mempunyai kualitas dan karisma yang sama seperti Pep? Apakah ia mampu menghadapi tanggung jawab besar selama menangani klub sebesar Barcelona? Karena melatih klub sebesar Barcelona konsekuensinya tekanan sangat tinggi dan dituntut harus memberikan gelar setiap musimnya. Tekanan seperti inilah yang membuat Pep berpikir panjang untuk memperpanjang kontraknya dan akhirnya memutuskan untuk mundur.
Para pemain seperti Messi, Xavi, dan Puyol yang begitu dekat dengan Pep pasti merasa kehilangan pelatih dan motivator terbaik yang pernah menangani mereka. Apalagi Cesc Fabregas, yang memutuskan pindah dari Arsenal demi bisa diasuh oleh Pep, yang merupakan pemain idolanya dan inspirasinya sehingga bisa menjadi pemain profesional.
Hal apa yang akan dilakukan Barca musim depan agar tetap bertahan di levelnya? Apakah Azulgrana harus mengganti gaya permainan atau merombak skuad bersama entrenador baru? Rasanya hal itu tidak perlu dilakukan. Cukup mengganti sedikit formasi agar permainan lebih variatif dan para penikmat sepak bola tidak bosan dengan penampilan Messi dkk. Memang permainan tiki-taka sangat menghibur dilihat, tapi jika hanya gaya itu terus menerus, bisa jadi banyak orang merasa bosan karena sudah tahu bagaimana jalannya pertandingan. Yang terpenting, lawan bisa tahu permainan dan unggul seperti yang dilakukan Chelsea dan Madrid.
Di sinilah tantangan sebenarnya bagi Tito Vilanova, apakah dirinya memiliki kualitas dan layak menggantikan Pep atau tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar