Beberapa musim terakhir dominasi Barcelona sulit terbantahkan
sehingga membuatnya menjadi klub terbaik. Tidak sekedar menunjukkan
permainan menghibur, tapi El Barca mengimbanginya dengan prestasi.
Dalam kurun waktu tiga musim saja Barca mampu menggondol 13 trofi dari
berbagai kompetisi.
Di musim perdana Pep Guardiola menangani Barca, pria
berkepala plontos ini bahkan mampu menyapu bersih enam gelar sekaligus
dalam satu tahun dan membuat Barcelona sebagai tim pertama di dunia yang
mampu melakukannya. Sungguh catatan yang sulit untuk diulang lagi.
Guardiola sebenarnya sangat beruntung menangani Barca. Selain
mempunyai taktik jitu, Pep juga telah diberikan skuad yang komplet dari
pelatih sebelumnya Frank Rijkaard yang diisi pemaim-pemain kelas wahid
seperti Lionel Messi, Xavi Hernandez, Andres Iniesta, dan juga Carles
Puyol. Setiap musimnya menejemen Barcelona selalu mendatangkan
pemain-pemain baru yang memiliki kualitas kelas atas seperti Zlatan
Ibrahimovic, David Villa, Cesc Fabregas, dan Alexis Sanchez demi
menambah kualitas tim. Dengan skuad seperti ini praktis memudahkan tugas
sang
entrenador dalam menjalankan tugasnya sebagai peracik strategi.
Namun, seperti pepatah mengatakan “tidak selalu ada jalan mulus,
pasti ada jalan rusak yang akan dilalui”. Jika selama ini jalan
Barcelona selalu mulus, tapi tidak menjelang musim 2011/12 berakhir.
Dominasi Barca mulai luntur. Apa penyebabnya? Setelah tiga musim
terakhir selalu menjadi kampiun La Liga kini mereka harus rela
memberikan gelar kepada seteru abadi, Real Madrid. Diwarnai dengan Real
Madrid berhasil menaklukkan Barca pada El Clasico di Camp Nou.
Peluang juara liga nyaris tertutup bagi Barca meski secara matematis
masih mampu mengejar selisih tujuh poin dari El Real. Tapi, itu terasa
sulit karena pertandingan liga hanya menyisakan empatpertandingan,
ditambah permainan anak asuh Jose Mourinho sangat konsisten di setiap
pekannya. Jadi, peluang juara Messi cs. Bisa dikatakan sudah tertutup.
Selain itu, Barcelona gagal di Liga Champion karena disingkirkan oleh
wakil Inggris, Chelsea di semifinal. Khusus untuk dua pertandingan
Barcelona melawan Chelsea, anak asuh Guardiola pratis tidak dinaungi
keberuntungan. Dalam dua
leg menguasai pertandingan dengan
rata-rata penguasaan bola di atas 70%, Messi dkk. tidakmampu menaklukkan
taktik bertahan Robeto Di Matteo yang membuat mereka frustasi selama
laga berlangsung.
Melihat hal ini, apakah gaya permainan
tiki-taka Barcelona
yang selama ini sangat mematikan mulai terbaca lawan? Sepertinya lawan
sudah mempunyai taktik bagaimana cara mengatasinya. Real Madrid dan
Chelsea mampu melakukannya dengan cara bertahan dan mengandalkan serang
balik yang efektif. Bukan hanya mulai terbaca lawan, terkadang di saat
sudah unggul mereka tidak langsung mematikan permainan lawan. Hal itu
memberi kesempatan kepada lawan untuk bangkit. Ketika melawan Chelsea,
misalnya, Barca bisa unggul dua gol secara cepat dan peluang masuk ke
final terbuka lebar. Namun, Barca menyia-nyiakannya dan membuat Chelsea
mampu membalas sekaligus megantar The Blues lolos ke final untuk kedua
kalinya.
Hhmmn, sepertinya era baru akan dimulai di klub Catalan ini.
Bagaimana tidak? Sosok yang selama ini menjadi kunci sukses Barca, Pep
Guardiola, sudah memutuskan mundur dari kursinya sebagai
entrenador
musim depan dan akan digantikan oleh asistennya, Tito Vilanova.
Vilanova ditunjuk karena sudah tahu kedalaman klub, serta memiliki
filosofi dan karakter yang sama seperti Pep karena keduanya sudah
bersama sejak menimba ilmu di La Masia dan juga bermain di sana. Ia
tentu sudah tahu seluk-beluk klub seperti halnya Guardiola.
Namun, yang menjadi pertanyaan apakah Vilanova mempunyai kualitas dan
karisma yang sama seperti Pep? Apakah ia mampu menghadapi tanggung
jawab besar selama menangani klub sebesar Barcelona? Karena melatih klub
sebesar Barcelona konsekuensinya tekanan sangat tinggi dan dituntut
harus memberikan gelar setiap musimnya. Tekanan seperti inilah yang
membuat Pep berpikir panjang untuk memperpanjang kontraknya dan akhirnya
memutuskan untuk mundur.
Para pemain seperti Messi, Xavi, dan Puyol yang begitu dekat dengan
Pep pasti merasa kehilangan pelatih dan motivator terbaik yang pernah
menangani mereka. Apalagi Cesc Fabregas, yang memutuskan pindah dari
Arsenal demi bisa diasuh oleh Pep, yang merupakan pemain idolanya dan
inspirasinya sehingga bisa menjadi pemain profesional.
Hal apa yang akan dilakukan Barca musim depan agar tetap bertahan di
levelnya? Apakah Azulgrana harus mengganti gaya permainan atau merombak
skuad bersama
entrenador baru? Rasanya hal itu tidak perlu
dilakukan. Cukup mengganti sedikit formasi agar permainan lebih variatif
dan para penikmat sepak bola tidak bosan dengan penampilan Messi dkk.
Memang permainan
tiki-taka sangat menghibur dilihat, tapi jika
hanya gaya itu terus menerus, bisa jadi banyak orang merasa bosan karena
sudah tahu bagaimana jalannya pertandingan. Yang terpenting, lawan bisa
tahu permainan dan unggul seperti yang dilakukan Chelsea dan Madrid.
Di sinilah tantangan sebenarnya bagi Tito Vilanova, apakah dirinya memiliki kualitas dan layak menggantikan Pep atau tidak.